TUGAS
SEJARAH :
Makalah
Tentang Demokrasi Liberal Di Indonesia
Bab
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setelah
dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang
Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa
demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi
dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga
bernafaskan liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI
dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang
perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai – partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan sistem multi partai yang dianut, maka partai –partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959.
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai – partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan sistem multi partai yang dianut, maka partai –partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperoleh permasalahan antara lain:
Bagaimana pelaksanaan demokrasi liberal di Indonesia?
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperoleh permasalahan antara lain:
Bagaimana pelaksanaan demokrasi liberal di Indonesia?
1.3 Tujuan pembahasan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar kita mengetahui “pelaksanaan demokrasi liberal di Indonesia” serta untuk wawasan dan ilmu kami tentang demokrasi liberal di Indonesia
1.4 Metode dan Prosedur
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber buku dan browsing di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEMOKRASI LIBERAL (1950 –
1959)
Pelaksanaan demokrasi liberal pada hakekatnya secara yurudis formal adalah wajar sebab sesuai dengan konstutusi yang berlaku saat itu yakni UUDS 1950 yang bernafaskan semangat liberal. Kondisi seperti itu bahkan sudah dirintis sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 tentang perubahan status KNIP dan Maklumat tanggal 3 Nopember 1945 tentang pembentukan partai-partai politik di Indonesia. Walaupun demokrasi parlementer atau liberal yang meniru sistem parlementer model Eropa Barat kurang sesuai dengan kondisi politik dan karakter rakyat Indonesia namun Indonesia pernah menerapkan sistem demokrasi liberal dalam pemerintahannya.
a. Sistem Politik Demokrasi Liberal
Dalam kurun waktu antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 merupakan masa berkiprahnya partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam memimpin kabinet. Pendeknya usia kabinet menyebabkan programnya tidak bisa berjalan dan ini akan menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan keamanan. Kabinet-kabinet yang pernah berkuasa antara lain :
1) Kabinet Natsir
2) Kabinet Sukiman
3) Kabinet Wilopo
4) Kabinet Ali Sastroamidjojo I
5) Kabinet Burhanudin Harahap
6) Kabinet Alisastroamidjojo II
7) Kabinet Karya
1. KABINET NATSIR (6 September 1950
– 21 Maret 1951)
Merupakan kabinet koalisi yang
dipimpin oleh partai Masyumi.
Dipimpin Oleh : Muhammad Natsir
Program
:
·
Menggiatkan usaha keamanan dan
ketentraman.
·
Mencapai konsolidasi dan
menyempurnakan susunan pemerintahan..
Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
·
Mengembangkan dan memperkuat ekonomi
rakyat.
·
Memperjuangkan penyelesaian masalah
Irian Barat.
Hasil
:
Berlangsung perundingan antara
Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
-
Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan).
-
Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Adanya mosi tidak percaya dari PNI
menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI
menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 –
3 April 1952)
Merupakan kabinet koalisi antara
Masyumi dan PNI.
Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo
Program
:
Menjamin keamanan dan ketentraman
·
Mengusahakan kemakmuran rakyat dan
memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
·
Mempercepat persiapan pemilihan
umum.
·
Menjalankan politik luar negeri
secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
Hasil
:
Tidak terlalu berarti sebab
programnya melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan skala
prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program Menggiatkan
usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin
keamanan dan ketentraman
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
·
Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia
Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian
bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia
berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA
terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan
memperhatiakan kepentingan Amerika.
Tindakan
Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang
bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan
Indonesia ke dalam blok barat.
·
Adanya krisis moral yang ditandai
dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan
kegemaran akan barang-barang mewah.
·
Masalah Irian barat belum juga
teratasi.
·
Hubungan Sukiman dengan militer
kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi
pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Muncul
pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa
Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
3. KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3
Juni 1953)
Kabinet
ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari
para pakar yang ahli dalam biangnya.
Dipimpin
Oleh : Mr. Wilopo
Program :
·
Program dalam negeri
: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR,
dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan
pemulihan keamanan.
·
Program luar negeri : Penyelesaian
masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan
Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Hasil : -
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
·
Adanya kondisi krisis ekonomi yang
disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara
kebutuhan impor terus meningkat.
·
Terjadi defisit kas negara karena
penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana
hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
·
Munculnya gerakan sparatisme dan
sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan
karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak
seimbang.
·
Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk
menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang
dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya.
Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang
berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel
Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada
menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga
menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya
surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan
keamanana di Sulawesi Selatan.
Keadaan ini menyebabkan muncul
demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu
TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen
dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
Muncullah
mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan
perang dan mengecam kebijakan KSAD.
Inti
peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan
Sukarno agar membubarkan kabinet.
·
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai
persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian
KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan
memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah
ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di
Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953
muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang
dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau
pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan
beberapa petani terbunuh.
Intinya
peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian
dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli).
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa
muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet
Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
4. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31
Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet ini merupakan koalisi antara
PNI dan NU.
Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
Program
:
·
Meningkatkan keamanan dan kemakmuran
serta segera menyelenggarakan Pemilu.
·
Pembebasan Irian Barat secepatnya.
·
Pelaksanaan politik bebas-aktif dan
peninjauan kembali persetujuan KMB.
·
Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil
:
·
Persiapan Pemilihan Umum untuk
memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
·
Menyelenggarakan Konferensi
Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
·
Menghadapi masalah keamanan di
daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, dan Aceh.
·
Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan
adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan
dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD
mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya
mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak
pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan
norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara
pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir
meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah
terima dengan KSAD baru.
·
Keadaan ekonomi yang semakin
memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
·
Memudarnya kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah.
·
Munculnya konflik antara PNI dan NU
yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada
tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Nu menarik dukungan dan menterinya
dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus
mengembalikan mandatnya pada presiden.
5. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12
Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Dipimpin
Oleh : Burhanuddin
Harahap
Program
:
·
Mengembalikan kewibawaan pemerintah,
yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada
pemerintah.
·
Melaksanakan pemilihan umum menurut
rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
·
Masalah desentralisasi, inflasi,
pemberantasan korupsi
·
Perjuangan pengembalian Irian Barat
·
Politik Kerjasama Asia-Afrika
berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil
:
·
Penyelenggaraan pemilu pertama yang
demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955
(memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya
27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang
memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
·
Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan
masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
·
Pemberantasan korupsi dengan
menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
·
Terbinanya hubungan antara Angkatan
Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
·
Menyelesaikan masalah peristiwa 27
Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat
pada 28 Oktober 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
Banyaknya mutasi dalam lingkungan
pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas
kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang
cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru
yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
6. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20
Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi
3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo
Program
:
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang
memuat program jangka panjang, sebagai berikut.
·
Perjuangan pengembalian Irian Barat
·
Pembentukan daerah-daerah otonomi
dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
·
Mengusahakan perbaikan nasib kaum
buruh dan pegawai.
·
Menyehatkan perimbangan keuangan
negara.
·
Mewujudkan perubahan ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
·
Pembatalan KMB,
·
Pemulihan keamanan dan ketertiban,
pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
·
Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil
:
Mendapat dukungan penuh dari
presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and
investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
·
Berkobarnya semangat anti Cina di
masyarakat.
·
Muncul pergolakan/kekacauan di
daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan
pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah
di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di
Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
·
Memuncaknya krisis di berbagai
daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
·
Pembatalan KMB oleh presiden
menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di
Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina
karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat
melindungi pengusaha nasional.
·
Timbulnya perpecahan antara Masyumi
dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya
sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat
berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Mundurnya sejumlah menteri dari
Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada
presiden.
7.
KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet
ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari
para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante
dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya
perebutan kekuasaan antara partai politik.
Dipimpin
Oleh : Ir. Juanda
Program
:
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga
disebut sebagai Kabinet Karya,
programnya yaitu :
·
Membentuk Dewan Nasional
·
Normalisasi keadaan Republik
Indonesia
·
Melancarkan pelaksanaan Pembatalan
KMB
·
Perjuangan pengembalian Irian Jaya
·
Mempergiat/mempercepat proses
Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi
pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat,
menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil
:
·
Mengatur kembali batas perairan
nasional Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial.
Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia
dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
·
Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang
bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam
masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk
menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
·
Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk
meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah
pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian
wilayah RI.
·
Diadakan Musyawarah Nasional
Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil
dengan baik.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
-
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat.
Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
-
Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah
sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
-
Terjadi peristiwa Cikini,
yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan
Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah
pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin
memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Berakhir saat presiden Sukarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI
yaitu Demokrasi Terpimpin.
b. Sistem Ekonomi Liberal
Pertumbuhan ekonomi dari struktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional berjalan lamban sebagai akibat pergolakan di daerah. Faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tersendat-sendat:
1) Situasi keamanan dalam negeri yang tidak stabil.
Pergolakan di daerah (separatis) menyebabkan perhatian ke sektor pembangunan ekonomi berkurang.
2) Instabilitas Politik.
Sering Resufle Kabinet yang menyebabkan program-program pembangunan tidak berjalan.
3) Mengandalkan satu jenis ekspor (hasil pertanian & perkebunan)
4) Belum adanya tenaga ahli dan dana dalam penataan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dari struktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional berjalan lamban sebagai akibat pergolakan di daerah. Faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tersendat-sendat:
1) Situasi keamanan dalam negeri yang tidak stabil.
Pergolakan di daerah (separatis) menyebabkan perhatian ke sektor pembangunan ekonomi berkurang.
2) Instabilitas Politik.
Sering Resufle Kabinet yang menyebabkan program-program pembangunan tidak berjalan.
3) Mengandalkan satu jenis ekspor (hasil pertanian & perkebunan)
4) Belum adanya tenaga ahli dan dana dalam penataan ekonomi.
c. Upaya Penataan Ekonomi Indonesia Hingga Tahun 1959:
1) Peraturan Gunting Syafrudin (Menteri Keuangan) 20 Maret 1950.
Pengharusan pemotongan semua uang kertas yang bernilai Rp2,50 ke atas menjadi dua, sehingga nilainya tinggal setengah. Dari hal terkumpul pinjaman wajib dari rakyat Rp1,6 M dan mengurangi jumlah uang yang beredar.
2) Dalam bidang ekspor, pengubahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS.
Untuk kepentingan ekspor Rp3,80 menjadi Rp7,60. Untuk impor, Rp11,40 untuk setiap dollarnya.
3) Untuk menggalakkan perdagangan, Tahun 1950-1953 pemberian kredit kepada pengusaha Indonesia. Usaha itu gagal disebabkan persaingan dengan pengusaha non pribumi. Sehingga pada Kabinet Ali I kebijakan diganti yang dikenal dengan Sistem Ali Baba, yakni kerjasama antara pengusaha pribumi (Ali) dengan pengusaha nonpribumi (Baba). Hal ini pun gagal karena pengusaha non pribumi lebih berpengalaman sehingga pengusaha pribumi hanya diperalat untuk mempermudah dalam mendapatkan kredit.
4) Dalam mengatasi ekonomi yang memburuk, Kabinet Ali II membentuk Badan Perencanaan Pembangunan. Karena situasi politik tidak menentu program ini juga belum berhasil.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam sistem demokrasi
berparlementer Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, yang
sebelumnya sempat juga menggunakan UUD RIS dimana Indonesia berada di bawah
sistem pemerintahan federal. Pengaruh partai-partai politik yang terlalu kuat
dalam sistem demokrasi berparlementer mengakibatkan pemerintahan Parlementer di
bubarkan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang kemudian merubah sistem
demokrasi Indonesia menjadi sistem Demokrasi Terpimpin.
No comments:
Post a Comment